Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ketika menteri pendidikan dan kebudayaan mengusung pendidikan budi pekerti yang terintegrasi dengan
Pendidikan Agama, terlebih belakangan mengeluarakn permendikbud no.21 tentang penerapan budi
pekerti dalam ruang lingkup
sekolah, dengan menggeser, meniadakan, menghilangkan pendidikan Akhlak pada
kurikulum sebelumnya (Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia menjadi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti), maka pertanyaan
besarnya adalah apa dasar yuridisnya? Mengingat
betapa banyaknya Undang-undang yang menekankan pentingnya penanaman pendidikan Akhlak Mulia, sementara saat ini kita saksikan undang-undang tersebut seolah ditabrak dan dikalahkan secara sepihak oleh
pemerintah sendiri dan tidak ada yang mengkritisnya.
Prof.
Rusmin Tumanggor, guru besar dan peneliti senior UIN Jakarta dan Universitas
Muhammadiyah Jakarta, dalam kajiannya mengatakan bahwa persoalan politik sangat
kental dalam penerapan pendidikan budi pekerti dalam kurikulum 2013 yang
terkesan sangat dipaksakan. Desakan pihak “minoritas” agar pendidikan budi
pekerti merupakan bagian dari integrasi pendidikan agama diakomodir penguasa
ketimbang menerapkan undang-undang yang jauh sudah lama diberlakukan. Selanjutnya,
ulasan etimologi kata “akhlaq” dan “budhi” juga menarik untuk dibahas, sehingga
dengan memahami makna etimologi tersebut kita dapat menempatkan ruang
lingkupnya, dapat disimpulkan bahwa makna budi pekerti adalah bagian terkecil dari
akhlak yang begitu luas dan dalam maknanya.
Berikut
paparan beliau yang berhasil saya copas dari sesi perkuliahan program pascasarjana di salah satu universitas di Jakarta sbb:
AKHLAK MULIA
VERSUS BUDI PEKERTI DALAM REGULASI NEGARA INDONESIA
Oleh
Rusmin
Tumanggor
1.
Regulasi
a.
UUD Negara RI Thn 1945
Pasal 31 ayat
(3) berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan UME
serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.
b.
UU No. 20 Thn 2003 Ttg Sisdiknas
Pendidikan
nasional “..................bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman danb bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab.”
c.
UU RI No.14 Tahun 2005 Ttg Guru dan Dosen
Bab III Prinsip
Profesionalitas Pasal 7 ayat (1) butir a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa
dan idealisme; b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
d.
PP No. 19 Tahun 2005 SNP Ttg Standar Nasional Pendidikan (SNP) Bab
III. Standar Isi Bhgn Ke Dua Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Pasal 7 ayat
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan,
kepribadian, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi, estetika, jasmani, olah raga, dan
kesehatan. (3) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dilakssnakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
akhlak mulia, kewarganegeraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
Bab X Standar
Penilaian Pendidikan Bagian Satu Umum Pasal 63 ayat (3) Penilaian hasil belajar
kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian dilakukan melalui: a. Pengamatan terhadap peribahan perilaku dan
sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta b.
Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik
e.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menekankan “memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;”
PP RI No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Dinyatakan pada
Bab II Pendidikan Agama Pasal 2 ayat (1)
“Pendididkan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan
kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama”. (2) Pendidikan agama
bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya
dalam ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni.
f.
Permenag RI No. 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolan Pendidikan Agama
Pada Sekolah
Bab I Ketentuan
Umum Bagian Kesatu. Pengertian Pasal 1 ayat 3. Kurikulum Pendidikan Agama
adalah sepereangkat rencana dan pengaturan mengenaji tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang mengacu pada Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia.
Bab IV Proses
Pembelajaran Pasal 8 Ayat (1) Proses pembelajaran pendidikan agama dilakukan
dengan mengedepankan kerteladanan dan pembiasaan akhlak mulia serta pengalaman ajaran agama.
g.
Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
dijelaskan pada Bab XIA Kurikulum, Kerangka
Dasar Pasal 77A (1) Kerangka Dasar
Kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan....(2) Kompetensi Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: sikap spiritual, sikap
sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi
muatan Pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai Standar
Kompetensi Lulusan.
Sebagai
bahan analisa terlihat struktur kurikulum sbb:
1)
Struktur Kurikulum SD/MI, SDLB atau bentuk lain yang
sederajat terdiri atas muatan:
a)
pendidikan agama;
b)
pendidikan kewarganegaraan;
c)
bahasa;
d)
matematika;
e)
ilmu pengetahuan alam;
f)
ilmu pengetahuan sosial;
g)
seni dan budaya;
h)
pendidikan jasmani dan olahraga;
i)
keterampilan/kejuruan; dan
j)
muatan lokal
2)
Struktur Kurikulum SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang
sederajat terdiri atas muatan:
a)
pendidikan agama;
b)
pendidikan kewarganegaraan;
c)
bahasa;
d)
matematika;
e)
ilmu pengetahuan alam;
f)
ilmu pengetahuan sosial;
g)
seni dan budaya;
h)
pendidikan jasmani dan olahraga;
i)
keterampilan/kejuruan; dan
j)
muatan lokal.
3)
Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah
a) Kurikulum pendidikan menengah terdiri atas:
(1)
muatan umum untuk SMA/MA, SMALB dan SMK/MAK;
(2)
muatan peminatan akademik SMA/MA dan SMK/MAK;
(3)
muatan pilihan lintas minat atau pendalaman minat untuk
SMA/MA, SMALB;
(4)
muatan peminatan kejuruan untuk SMK/MAK; dan
(5)
muatan pilihan lintas minat atau pendalaman minat untuk
SMK/MAK.
b) Muatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
(1) pendidikan
agama;
(2) pendidikan
kewarganegaraan;
(3) bahasa;
(4) matematika;
(5) ilmu
pengetahuan alam;
(6) ilmu
pengetahuan sosial;
(7) seni
dan budaya;
(8) pendidikan
jasmani dan olahraga;
(9) keterampilan/kejuruan;
dan
(10) muatan
lokal.
c) Muatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diorganisasikan dalam satu atau lebih
mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan program
pendidikan.
(1)
Muatan peminatan akademik SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
(a)
matematika dan ilmu pengetahuan alam;
(b)
ilmu pengetahuan
sosial;
(c)
bahasa dan budaya; atau
(d)
peminatan
lainnya.
(2)
Muatan peminatan kejuruan SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
(a)
teknologi dan rekayasa;
(b)
kesehatan;
(c)
seni, kerajinan, dan pariwisata;
(d)
teknologi informasi dan komunikasi;
(e)
agribisnis dan agroteknologi;
(f)
bisnis dan manajemen;
(g)
perikanan dan kelautan; atau
(h)
peminatan lain yang diperlukan masyarakat.
Dari paparan PP No. 32 Tahun 2013 ini ini tidak terlihat Akhlak atau Budi Pekerti di
tempelkan di dalam struktur kurikulum. Terlihat hanya pada Penjelasan Pasal 77I Ayat (1) Huruf a “ Pendidikan
agama dimaksudkan untuk membentuk Peserta Didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia termasuk budi pekerti.”
Juga Pasal 77J Ayat (1) Huruf a Pendidikan agama dimaksudkan untuk
membentuk Peserta Didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia termasuk budi pekerti.
Demikian halnya pada Pasal 77K Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk Peserta Didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia termasuk budi
pekerti.
Kelihatannnya
dari sinilah dasar Permendikbud No. 67 Sd 70 tahun 2013 mencantukan Perndidikan Agama dan Budi
Pekerti. Akan tetapi pencantuman ini tidak sesuai dengan regulasi yaitu
semestinya Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia, bukan justru mengambil konsep
lemah yaitu “ inklusif” atau “ta’milyah” atau konsep suplemen.
Idealnya penyandingan Pendidikan
Agama Dengan Budi Pekerti tidak terjadi
, kecuali dan yang benar adalah Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia. Secara
regulasi harus juga dihargai landasan idiil dan konstitusional legislasi negara
secara historis dan hingga kontemporer sekarang pada tatanan UU dan PP-PP
terkait, masih memakai Konsep Akhlak Mulia, yang sdh pasti juga dilandasari
idea dan filosofi hingga kajian teoritis yang mendasar. Sebagaimana slogan yang
sering digunakan para lawyer (Jaksa dan Hakim serta pengacawa) )di Indonesia,
jika Suatu konsep dan teori yang dibangun untuk suatu program termasuk
Pendidikan dinyatakan “Batal Demi Hukum”, seperti menggunakan konsep dan
melakukan “Ujian Nasional” untuk Pendidikan Agama termasuk PAI tdk boleh karena
dalam UU Sistem Pendidikan Nasional yang tertera Ujian Nasional hanyalah untuk
Mata pelajaran Ilmu Pengetahauan dan tekhnologi”. Itu sebabnya Mata Pelajaran
Pendidikan Agama ketika membutuhkan data pemetaan secara nasional seiring juga
dengan harapan Komisi VIII DPR tahun 2008 yang menganjurkan agar Departemen
Agama mempersiapkan materi ajar dan praktikum untuk pelaksanakan Ujian Nasional PA agar berwibawa, Departemen Agama
hanya bisa pada tatanan membuatnya melalui Konsep USBN (Ujian Sekoilah
Berstandar Nasional) yang hasilnya sangat bermanfaaqt sayangnya tidak lagi
diseriusi oleh Kementerian Agama, BSNP ,dan Kemendikbud. Pada dimensi lain negara sudah mempunyai PP
No. 55 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Agama dan Keagamaan yang
di Fasal 3 dinyatakan “Pelaksanaan Pendidikan Agama menjadi Tanggungjawab
Menteri Agama”. Oleh karena itu etika yang benar ialah siapa saja yang punya
Ide pembaharuan atau kritik terhadap pendidikan agama tujukanlah kepada Menteri
Agama dan Kemnterian Agamalah yang memutuskan atas gagasan atau kritik yang
dilontarkan itu. Bukan mengambil rebut porsi kementerian atau Institusi lain
yang tidak wewenang tugas pokok dan fungsinya, karena hal seperti ini akan
mengacaukan lalu lintas fungsi eksekutif atau judikatif hingga legislatif. Atau
memang negeri ini sedang berbudaya organisasi yang kacau. Fenomena lain yang patut juga direningkan
bahwa tahun 2000 sd 2006 Departemen Pendidikan Nasional telah membuat program
Pendidikan Budi Pekerti melalui ekstrakurikuler dan pembudayaan budi pekerti (Pensarian
Nilai Akhlak Mulai dan PPKn) di sekolah-sekolah ternyata dirasakan tidak
efektif dengan tompang tindih dengan penyelanggraan pembelajaran Pendidikan
Agama dan Akhlak Mulia yang sudah given, lalu dihentikan sendiri oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Lalu sekarang ditampilkan lagi pada Pendidikan
Agama sebagai pengganti Akhlak Mulia.
h.
Istilah Terkait Akhlak: Khalaqa (Cipta). Sesuatu yang dasar
kejadiannya lengkap, sempurna dan punya potensi fungsi dengan normal atau
sehat.
Khaliq:
Pencipta yang punya sifat baik (Asma’ul husma) dan sekaligus mustahil melakukan
keburukan. (Lihat 99 Asmaul Husna).
Makhluq
adalah ciptaan dari khaliq yang juga punya eksistensi dengan unsur yang lengkap
dan sempurna serta punya potensi berfungsi sesuai jenis kemakhluqannya.
Malaikat, Syetan, Jin, Hantu, tata surya (sistem dan holistisis kosmos),
mineral, Kebendaan, Tumbuhan, Hewan, Manusia. Semua dalam dasar kesucian, keindahan, dan kebersamaan.
Dari itu dapat
kita kembangkan pemahaman makna “Wa ma bu’itstu illa li utammima makarimal akhlaq” adalah menanamkan, mencontohkan dan
menteladankan serta konsekuansi ganjaran nilai-nilai serta norma-norma yang
dapat mengisi eksistensi potensi kesucian diri makhluk sehingga secara
hikmah/karomah, cantik, dan ke-akur-an berfikir, bersikap, dan berprilaku
terhadap dirinya sendiri, orang lain, flora, fauna, mineral, biota sungai dan
laut, makhluk halus, tata surya, dan dengan Tuhan (Islam “Allah”) Penciptanya. Sehingga
hubungannya menjadi terhormat “mulia”. Nilai-nilai dan norma-norma yang
dididikkan itu adalah kandungan sifat terpuji dan membendung kemasukan nilai
tercela.
1)
Sifat Terpuji Dari Asma’ul Husna
Sifat terpuji Cerminan Dari Asma’ul
Husna: 1. Ya Rahmaan (Yang Maha Pengasih); 2. Ya Rohiim (Yang Maha Penyayang); 3. Ya Malik (Yang Maha Merajai); 4. Ya
Qudduus (Yang Maha Suci);
5. Ya Salaam (Yang Maha Damai);
6. Ya Mu’min (Yang Maha Mengamankan);
7. Ya Muhaimin (Yang Maha Menjaga);
8. Ya ‘Aziiz (Yang Maha Gagah);
9. Ya Jabbaar (Yang Maha Perkasa);
10. Ya Mutakabbir (Yang Memiliki Kebesaran); 11. Ya Khooliq (Yang Maha Pencipta); 12. Ya Baari’ (Yang Maha Menata); 13. Ya Mushawwir
(Yang Maha melukiskan);
14. Ya Ghoffaar (Yang Maha Pengampun);
15. Ya Qahhaar (Yang Maha Pengunjuk
Kekuatan); 16. Ya Wahhaab (Yang Maha menagurehkan); 17. Ya Rozzaaq (Yang Maha Pemberi Rezeki); 18. Ya
Fattaah (Yang Maha Membuka);
19. Ya ‘Aliim (Yang Maha Mengetahui);
20. Ya Qaabidh (Yang Maha Menyempitkan);
21. Ya Baasith (Yang Maha memperluas);
22. Ya Khaafidh (Yang Maha Merendahkan);
23. Ya Raafi’ (Yang Maha Mengangkat);
24. Ya Mu’izz (Yang Maha Membeningkan);
25. Ya Mudzill (Yang Maha Meneyesatkan);
26. Ya Samii’ (Yang Maha Mendengar);
27. Ya Bashiir (Yang Maha Melihat);
28. Ya Hakam (Yang Maha Menilai);
29. Ya ‘Adlu (Yang Maha Adil); 30. Ya Lathiif (Yang Maha Lembut); 31. Ya
Khobiir (Yang Maha Waspada); 32. Ya Haliim (Yang Maha Penyantun); 33. Ya
‘Azhiim (Yang Maha Agung); 34. Ya Ghafuur (Yang Maha Pengampun); 35. Ya Syakuur
(Yang Maha Mensyukuri); 36. Ya ‘Aliyy (Yang Maha Tinggi); 37. Ya Kabiir (Yang
Maha Besar); 38. Ya Hafiidh (Yang Maha Menjaga); 39. Ya Muqiit (Yang Maha
Memelihara); 40. Ya Hasiib (Yang Maha Pembuat Perhitungan); 41. Ya Jaliil (Yang
Maha Luhur); 42. Ya Kariim (Yang Maha Mulia); 43. Ya Raqiib (Yang Maha Pembaca
Rahasia); 44. Ya Mujiib (Yang Maha Pemenuh Do’a); 45. Ya Waasi’ (Yang Maha
Luas); 46. Ya Hakiim (Yang Maha Bijaksana); 47. Ya Waduud (Yang Maha
Menyejukkan); 48. Ya Majiid (Yang Maha Megah); 49. Ya Baa’its (Yang Maha
Membangkitkan); 50. Ya Syahiid (Yang Maha Menyaksikan); 51. Ya Haqqu (Yang Maha
Benar); 52. Ya Wakiil (Yang Maha Memanggul Amanat); 53. Ya Qawiyy (Yang Maha
Kuat); 54. Ya Matiin (Maha Menggenggam Kekuatan); 55. Ya Waliyy (Yang Maha
Melindungi); 56. Ya Hamiid (Yang Maha Terpuji); 57. Ya Muhshii (Yang Maha
Menghitung); 58. Ya Mubdi’ (Yang Maha Memulai); 59. Ya Mu’iid (Yang Maha
Mengembalikan); 60. Ya Muhyi (Yang Maha Menghidupkan); 61. Ya Mumiit (Yang Maha
Mematikan); 62. Ya Hayyu (Yang Maha Hidup); 63. Ya Qayyuum (Yang Maha
Menegakkan); 64. Ya Waajid (Yang Maha Menemukan); 65. Ya Maajid (Yang Maha
Mulia); 66. Ya Waahid (Yang Maha Tunggal); 67. Ya Ahaad (Yang Maha Esa); 68. Ya
Shomad (Yang Maha Tergantung); 69. Ya Qaadir (Yang Maha Menentukan); 70. Ya
Muqtadir (Yang Maha Berkuasa); 71. Ya Muqaddim (Yang Maha Mendahulukan); 72. Ya
Mu’akhir (Yang Maha Mengakhirkan); 73. Ya Awwal (Yang Maha Permulaan); 74. Ya
Aakhir (Yang Maha Akhir); 75. Ya Zhoohir (Yang Maha Nyata dan Menjelaskan); 76.
Ya Baathin (Yang Maha Ghaib); 77. Ya Waaliy (Yang Maha Memberikan); 78. Ya
Muta’aaliy (Yang Maha Meninggikan); 79. Ya Barr (Yang Maha Membawa Kebaikan);
80. Ya Tawwaab (Maha Penerima Tobat); 81. Ya Muntaqim (Yang Maha Menyiksa); 82.
Ya ‘Afuww (Yang Maha Pemaaf); 83. Ya Ra’uuf (Yang Maha Pemancar Kasih Sayang);
84. Ya Maalikal Mulki (Yang Maha Mempunyai Kerajaan); 85. Ya Dzal Jalaali Wal
Ikraam (Yang Maha Memiliki Kebesaran); 86. Ya Muqsith (Maha Menyeimbangkan);
87. Ya Jaami’ (Yang Maha Menghimpun); 88. Ya Ghanity (Yang Maha Kaya); 89. Ya
Mughnity (Yang Maha Pemberi); 90. Ya Maani’ (Yang Maha Mencegah); 91. Ya
Lhoorru (Yang Maha Pemberi Derita); 92. Ya Naafi’ (Yang Maha Pemberi Manfaat);
93. Ya Nuur (Yang Maha bercahaya); 94. Ya Haadii (Yang Maha Pemberi Petunjuk);
95. Ya Badii’ (Yang Maha Pencipta Keindahan); 96. Ya Baaqii (Yang Maha Kekal);
97. Ya Waarits (Yang Maha Mewariskan); 98. Ya Rosyiid (Yang Maha Cerdas); 99.
Ya Shobuur (Yang Maha Sabar) (Allah mempunyai Al-Asmaa’ul Husna, maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Al-Asmaa’ul Husna itu (QS.7 Al-A’raaf: 180).
HR Imam Bukhari, Muslim dan Tarmidzi “Sesungguhnya Allah itu memiliki sembilan
puluh sembilan nama, siapa yang hafal (faham dan mengamalkannya) dijamin masuk
surga”.(Lihat ESQ Leadership Center: Dzikir 99 Asma’ul Husna).
2)
Implementasi Asmau’ul Husna Kedalam Praktikum Akhlak Mulia:
Maka
manusia yang berakhlak mulia: 1. Rahmaan (Pengasih); 2. Rohiim (Penyayang); 3. Malik
(Menghormati Kebesaran Allah); 4. Qudduus (Berjiwa Suci); 5. Salaam (Jiwa
Damai); 6. Mu’min (Mengamankan orang yang berhubungan dengan dia); 7. Muhaimin
(Menjaga amanah orang); 8. ‘Aziiz (Menghargai kegagahan Allah: Berusaha gagah);
9. Jabbaar (Perkasa menegakkan kebenaran); 10. Mutakabbir (Berjiwa besar
menjalankan tugas); 11. Khooliq (Rajin menciptakan sesuatu dengan baik dan kebaikan);
12. Baari’ (Senang menata kehidupan yang baik); 13. Mushawwir (Mencerminkan
perilaku yang melukiskan sesuatu yang ideal); 14. Ghoffaar (Pengampun; Pemaaf);
15. Qahhaar (Pengunjuk Kekuatan menegakkan kebenaran); 16. Wahhaab (Suka Memberi);
17. Rozzaaq (Mendatangkan Rezeki Bagi Orang Lain); 18. Fattaah (Jiwa terbuka);
19. ‘Aliim (Semangat Menuntut Pengetahuan); 20. Qaabidh (Memperkecil Masalah);
21. Baasith (Memperluas Pergaulan); 22. Khaafidh (Rendah Hati); 23. Raafi’ (Mengangkat
Derajat Orang); 24. Mu’izz (Membeningkan Situasi); 25. Mudzill (Istighfar atas
kesesatan); 26. Samii’ (Mendengar Nasehat Secara Serius); 27. Bashiir (Melihat
dengan fokus); 28. Hakam (Menilai dengan objektif); 29. ‘Adlu (Adil); 30. Lathiif
(Lembut); 31. Khobiir (Waspada); 32. Haliim (Penyantun); 33. ‘Azhiim (Menghargai
keagungan Tuhan); 34. Ghafuur (Pengampun); 35. Syakuur (Mensyukuri); 36. ‘Aliyy
(Menghormati Ketinggian Allah dan sesuatu); 37.
Kabiir (Berjiwa Besar); 38. Hafiidh (Menjaga); 39. Muqiit (Memelihara);
40. Hasiib (Pembuat Perhitungan); 41. Jaliil (Luhur); 42. Kariim (Berhati Mulia);
43. Raqiib (Penyimpan Rahasia); 44. Mujiib (Pemenuh Permintaan Orang Untuk Kebaikan);
45. Waasi’ (Berlapang dada/Berpandangan Luas); 46. Hakiim (Bijaksana); 47.
Waduud (Menyejukkan); 48. Majiid (Menjunjung Kemegahan Allah); 49. Baa’its
(Membangkitkan Dari Keterpurukan ); 50. Syahiid (Menyaksikan/Teliti); 51. Haqqu
(Benar); 52. Wakiil (Memanggul Amanat); 53. Qawiyy (Berusaha Tampil Kuat); 54.
Matiin (Tanggungjawab/Menggenggam Kekuatan); 55. Waliyy (Senang Melindungi);
56. Hamiid (Berprilaku Terpuji); 57. Muhshii (Berperhitungan Wajar); 58. Mubdi’
(Bersedia Memulai Kebaikan); 59. Mu’iid (Mengembalikan Pada
Tempatnya/Masalahnya); 60. Muhyi (Berjiwa/Kerja Keras Menghidupkan: Diri, Rumah
Tangga, Keluarga, Masyarakat, Negara, Dunia.); 61. Mumiit (Mematikan Kejelekan:
Kemaksiatan,Kebohongan); 62. Hayyu (Terus Menghidupan: Membudayakan Suasana
Baik Yang Awet “Preservatif” ); 63. Qayyuum (Menegakkan Kebenaran); 64. Waajid
(Senang Menemukan:Meneliti); 65. Maajid (Berjiwa,sikap, perilaku Mulia); 66.
Waahid (Tunggal: Berusaha Mandidi, dan Menunggalkan Putusan); 67. Ahaad (Esa: Bertanggungjawab
atas segala resiko perbuatannya)); 68. Shomad (Tergantung: Aneh Tapi Nyata);
69. Qaadir (Menentukan Dengan Tepat); 70. Muqtadir (Berusaha Menguasai
Permasalahan); 71. Muqaddim (Mendahulukan Sesuatu Yang Lebih Urgen); 72.
Mu’akhir (Mengakhirkan Sesuatu Secara Tepat/Proporsional); 73. Awwal (Senang
Memulai dan Pemula Hadir); 74. Aakhir ( Akhir Pergi); 75. Zhoohir (Nyata dan
Menjelaskan: Menampilkan diri dan memperkenalkan seadanya); 76. Baathin (Ghaib:
Menyembunyikan kesalahan orang); 77. Waaliy (Memberikan: Memberi hak orang lain
sepatutnya); 78. Muta’aaliy (Meninggikan: Derajat diri dan orang lain lewat
kebaikan); 79. Barr (Membawa Kebaikan: Menjunjung tinggi dan mengembangkannya);
80. Tawwaab (Penerima Tobat: Jadi Pemaaf); 81. Muntaqim (“Menyiksa”: Menghukum
Secara Patut); 82. ‘Afuww (Cepat Memaafkan Kesalahan Orang); 83. Ra’uuf
(Pemancar Kasih Sayang); 84. Maalikal Mulki (Mempunyai Kerajaan: Suka
Mengembangkan lembaga sosio-cultur-spirit religiusitas ); 85. Dzal Jalaali Wal
Ikraam (Memiliki Kebesaran: Ilmu, Jiwa, Sosial, dan religiusitas); 86. Muqsith
(Menyeimbangkan: Moderat); 87. Jaami’ (Berjiwa Menghimpun); 88. Ghanity (Berupaya
Kaya Dalam Segala Hal yang Halal); 89. Mughnity (Pemberi); 90. Maani’
(Mencegah); 91. Lhoorru (Pemberi Derita: Pemberi Peringatan Atas Keburukan);
92. Naafi’ (Pemberi Manfaat); 93. Nuur (Bercahaya: Ceria); 94. Haadii (Pemberi
Petunjuk: Membimbing dan Menyuluhi); 95. Badii’ (Pencipta Keindahan); 96.
Baaqii (Kekal: Dalam Kebaikan/Keterpujian dan Meninggalkan
Kejelekan/Ketercelaan); 97. Waarits (Mewariskan: Kebaikan Ilmu, Ketrampilan,
harta, sikap, dan perilaku yang baik ); 98. Rosyiid (Berupaya Cerdas); 99.
Shobuur (Penyabar); Sifat terpuji yang dapat dimasukan ke dalam salah satu
sifat pada asma’ul husna yaitu : Zuhud (Menjauhi kesenangan dunia); Raja’
(Berharap kepada Allah).
3)
Sifat Tercela yang harus dicegah dalam perilaku kehidupan:
a)
Ananiah egiosme; b) ghadab
marah; c) hasad
dengki atau tidak suka melihat orang lain mendapat nikmat; d) ghibah membicarakan
keburukan orang lain; e) namimah
mengadu domba; f) riya’; g) nifaq ; h) tamak; i) takabur; j) fitnah; k) aniaya;
l) diskriminasi; m) mabuk-mabuk; (n) judi; o) Zina; p) mencuri; q) narkoba); r)
Israaf; tabdziir; s) malas; t) Tindak
kekerasan;
2.
Filosofi
Berdasarkan regulasi tadi dapat ditarik pemikiran mendasar dari
para pengonsep dan pelahir legislasi
serta eksekutif maupun judikatif dan praktisi mulai dari Bung Karno,
Bung Hatta, Maramis, Suharto, Habibi, Abd Rahman Wahid, Megawati, SBY, dan
pendukung lainnya dari akademisi dan ahli-ahli agama dimana mereka adalah
orang-orang cerdas dan demokratis serta berjiwa religius spiritual dan arif
dalam kemajemukan budaya, maka filosofi penndidikan agama serta akhlak mulia
dapat dideskripsikan sbb:
“Pendidikan agama
aktualisasi keberagamaan menjadi akar akhlak mulia yang mengaura dalam
keilmuan, tekhnologi serta seni peserta didik menjadi warga negara seutuhnya
menuju keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa”.
3.
Hak dan Kewajiban Kementerian Tentang Pendidikan
a.
Kementerian terkait dengan adanya pendidikan kedinasan atau
keprofesian atau disiplin atau keilmuan tetrkait seperti pada: Kementerian
Pertahanan ada Pendidikan (TNI sekarang) yang
dulu AKABRI ketika Menhankam, (POLRI sekarang); Kementerian Kesehatan
(Pendidikan Kedokteran, Kebidanan, Keperawatan, Kesmas), Kementerian Agama dengan Pendidikan Agama Pada Sekolah (Islam,
Kristen, Katholik, Hindu Dharma, Buddha, Khong Hu Cu) dan Pendidikan Agama pada
Madrasah dan Pendidikan Kegamaan pada Pesantren dan Diniyah (Islam), Pasraman
dan Pesantian (Hindu), Pabbaja Samanera (Buddha), Shuyuan mengacu pada si Shu
Wu Jing (Khong Hu Cu). Kementerian ini menyiapkan konsep kurikulum (SK-KD nya)
dan melibatkan pihak BSNP dan Kemendikbud (Dulu Mendiknas) dan setelah
disepakati bersama, untuk meng SK kan (Permennya) baru oleh Kemendikbudnya.
b.
Khusus untuk Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan sesuai
dengan PP No. 55 Tahun 2007 pada Bab II Pendidikan Agama, Pasal 3 ayat (2)
dinyatakan “ Pengelolaan Pendidikan Agama dilaksanakan oleh Menteri Agama.”
Jadi untuk merubah Konsep-Konsep yang telah ada di dalam regulasi yang ada seperti
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dan No. 23 Tahun 2006 haruslah berdasarkan usul
dari Kementetian Agama ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui BSNP.
Kemendikbud jika merasa perlu ada ide perubahan, sarankan ke Kemenag dan kalau
Kemeng setuju barulah di Rubah Oleh Kemenag (dibuat konsepnya) dan di SK atau
Permendikbudkan. Itupun kalau yang sudah ada di PP No.55 Tahun 2007 yang perlu
adalah dirubah dulu PP No. 55 - nya. Jadi misalnya sekarang judulnya
“Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia”.
Demikian sebagai bahan bagi
pertimbangan penamaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia
(yang punya akar regulasi juridis dan filosofis serta kultur nasional ) bukan Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan
Budhi Pekerti (yang tidak punya landasan juridis dan filosofis serta
kultur nasional dan hanya perspektif segelintir orang). Dimana budi pekerti
bahagian kecil dari konsep besar akhlak mulia yang meliputi: etika, susila,
tata krama, tutur kata , moral budhi
pekerti dan sejenisnya. Budi pekerti hanya ada pada tatanan rasa yang sering
diungkapkan oleh orang merasa tidak nyaman dari sesuatu perilaku, tapi tidak
mengakar secara religi, regulasi apalagi secara akademis. Budi lebih dekat pada
konsep “Buddha” label nama untuk “Sidhartagautama” yaitu sosok yangt teladan
dan mengagumkan yang jadi Label Agama Buddha dengan kita sucinya “Tripitaka”.
Secara
historis “Budhi Pekerti” sudah pernah dijadikan program oleh Mendiknas tahun
2000 sd tahun 2006 yang nilainya diangkat dari Mata pelajaran Pendidikan Agama
dan Pendidikan Kewarga Negaraan. Difungsikan sebagai bahan pertimbangan untuk
kelulusan dan kenaikan kelas. Lalu diujicobakan di sejumlah wilayah. Akan
tetapi tahun 2006 sudah hilang dari program. Berarti di Diknas sendiri sudah
ada kajian bahwa itu tidak efektif. Cukup diintensifkan satuan ajar akhlak yang
telah implisit dalam SK-KD ke dalam praktikum intrakurikuler serta penguatannya
melalui ekstra kurikuler. Kiranya diskusi kekonsorsiuman guru besar dan dosen-dosen sebagai
penapis dan pengkaji secara aiademis atas konsep konsep terkait implemtasi luas
secara nasional bahkan berdampak dunia, agar disarankan kepada Kementerian
Pendidikan dan kebudayaan untuk mengembalikan nama Pendidikan Agama kepada
semula saja yaitu Pendidikan Agama saja atau Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia
pada Permendikbud No. 67,68,69, 70 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum pada SD/MI;SMP/MTS;SMA/MA;SMK/MAK tersebur agar negara ini
dilaksanakan dengan keteraturan “role of
law”.
Jakarta, tgl 30 – Desember 2013
Wassalam
Penulis
Ttd
Prof. Dr.
Rusmin Tumanggor, MA
EmoticonEmoticon